Kumpulan Laras Bahasa Lampung Post

kerja sama Kantor Bahasa Provinsi Lampung

Archive for the ‘Anton Suparyanta’ Category

Bantar

leave a comment »

Rabu, 23 May 2012

BANTAR secara definit dan konteks untuk bidang hukum menjadi rancu jika merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa, 2008. Akibatnya, konteks bantar tidak berarti dan tidak bermakna.

1) Penyakit ini diderita tersangka kasus penggelapan dana nasabah Citibank itu sejak sebulan lalu, sehingga Polri harus membantarkan penahanannya ke rumah sakit.

Insan jurnalis terkadang terperangkap pada penggunaan pilihan kata ketika menyampaikan berita. Tidak terkecuali mengutip perkataan narasumber an sich. Akibatnya, konsumen berita pun menelan pernyataan yang sudah tersurat. Kasus seperti ini memunculkan salah kaprah berbahasa.

2) Penahanan cicit Pak Harto dibantarkan.

3) Penyidik pun membantarkan penahanan cicit mantan Presiden Soeharto yang tersangkut kasus narkoba berdasarkan rekomendasi dokter.

Secara sekilas tiga contoh pernyataan tersebut benar secara aturan struktur kalimat. Tetapi, contoh kalimat tersebut tidak berterima. Ketidakberterimaan ini merujuk perincian arti yang dituliskan dalam kamus (KBBI, 2008). Lema “bantar” termasuk kata arkais (tidak lazim dipakai lagi; kuno). Bantar mengacu dua bidang, yakni kesehatan dan hukum.

Dalam lingkup kesehatan, bantar (verba membantar) berarti menolak atau mencegah penyakit. Sebagai kata benda, pembantar berarti pencegah, penangkal. Pembantar demam berarti pencegah demam. Pembantar tikus berarti kucing yang sengaja dipelihara sebagai penangkal tikus.

Dalam arti khusus lingkup hukum, pembantaran berarti penangguhan masa penahanan. Berdasarkan rujukan arti kamus, tiga contoh kalimat tadi jelas salah. Ada empat alasan pokok, (1) secara kata kerja (verba) bantar tidak lazim, tidak biasa, kuno, tidak dipakai lagi dalam ragam lisan praktek berbahasa, (2) untuk bidang hukum nasional, tidak ada pemutakhiran arti dari segi kebahasaan di bidang perundang-undangan, (3) ada salah konsep dan salah konteks materi, (4) ada kemubaziran diksi dan arti dalam kamus.

Di sisi lain, KBBI juga mendua. Perhatikan kutipan berikut, ban.tar ark v, mem.ban.tar v menolak (mencegah) penyakit dsb; pem.ban.tar n pencegah; penangkal. Pencantuman dsb. (dan sebagainya) ini membuat kamus menjadi tidak jelas, tidak berwibawa, tidak mencerminkan ranah intelektual. Singkatan dsb. semata-mata alibi kebodohan, kemalasan berpikir, karena ini adalah dunia kamus. Seyogianya, setiap lema kata dituliskan definit; bukan undefinit dengan singkatan dsb.

Akibatnya, terjadilah bukti salah kaprah itu, yakni main serobot arti dan saling tukar penggunaannya dalam kalimat. Alasan pertama dan kedua bisa ditoleransi asalkan konsisten menempatkan arti kata dan penggunaannya seturut yang dituliskan kamus. Alasan ketiga dan keempat sering terjadi berulang-ulang karena kita malas mengecek silang dengan data entri kata dalam kamus.

Perbaikannya, tiga contoh kalimat tersebut harus menggunakan kata benda dari kata dasar bantar, yaitu pembantaran. Alasan zakeleknya bahwa kata berimbuhan pembantaran hanya mempunyai definisi khusus untuk diterapkan di bidang hukum. Jadi, kalimat tersebut tetap salah jika tetap memaksakan kata kerja bantar untuk konteks hukum.

Bandingkan dengan konteks pembenaran berikut.

1) Penyakit ini diderita tersangka kasus penggelapan dana nasabah Citibank itu sejak sebulan lalu, sehingga Polri harus melakukan pembantarannya ke rumah sakit.

2) Penyidik melakukan pembantaran terhadap cicit Pak Harto.

3) Penyidik pun melakukan pembantaran terhadap cicit mantan Presiden Soeharto yang tersangkut kasus narkoba berdasarkan rekomendasi dokter. ***

 

Written by kbplpengkajian

Juli 24, 2013 at 2:09 am

Ditulis dalam Anton Suparyanta

Tagged with

Bantar

leave a comment »

BANTAR secara definit dan konteks untuk bidang hukum menjadi rancu jika merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa, 2008. Akibatnya, konteks bantar tidak berarti dan tidak bermakna.

1) Penyakit ini diderita tersangka kasus penggelapan dana nasabah Citibank itu sejak sebulan lalu, sehingga Polri harus membantarkan penahanannya ke rumah sakit.

Insan jurnalis terkadang terperangkap pada penggunaan pilihan kata ketika menyampaikan berita. Tidak terkecuali mengutip perkataan narasumber an sich. Akibatnya, konsumen berita pun menelan pernyataan yang sudah tersurat. Kasus seperti ini memunculkan salah kaprah berbahasa. Baca entri selengkapnya »

Written by kbplpengkajian

Maret 26, 2013 at 8:34 am

Ditulis dalam Anton Suparyanta

Tagged with